Teori Ausubel
TEORI
PEMBELAJARAN AUSUBEL
Makalah ini diajukan untuk memenuhi
Tugas mata Kuliah Teori Pembelajaran
Disusun
oleh
Rully Maulana
17861016
PROGRAM
STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN
KONSENTRASI
TEKNOLOGI PEMBELAJARAN
PROGRAM
PASCASARJANA IPI GARUT
2017
KATA
PENGANTAR
Puji dan Syukur
kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Alhamdulillah atas berkah dan karunia-Nya,
penulis dapat menyelesaikan makalah tentang teori pembelajaran bermakna yang
dicetuskan oleh D.P Ausabel.
Makalah ini
lahir atas kerjasama kelompok kami melalui bahan referensi yang memadai dan
forum diskusi kelompok sehingga resume ini dapat terselesaikan dengan baik dan
lancar, guna memenuhi tugas mata kuliah Teori Pembelajaran yang dibimbing oleh
dosen yang kompeten dibidangnya yaitu Prof. Dr. H. Mohamad Surya
Makalah ini
masih jauh dari kata sempurna, banyak kekurangan dan kesalahan baik dalam
pengambilan materi maupun dalan penulisan itu sendiri. Oleh karena itu penulis
membuka lebar kritik dan saran demi perbaikan yang berkelanjutan (continous improvement).
Akhir kata,
terimakasih atas semua pihak yang telah memberikan kontribusi terahadap resume
kami, baik bagi pembaca semoga dapat bermanfaat dan menambah wawasan dan bagi
penulis untuk berusaha memberikan yang
terbaik. Semoga.
Garut, Desember 2017
Penulis,
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Ausubel
menaruh perhatian besar pada siswa di sekolah, dengan memperhatikan/memberikan
tekanan-tekanan pada unsur kebermaknaan dalam belajar melalui bahasa (meaningful verbal learning).
Kebermaknaan diartikan sebagai kombinasi dari informasi verbal, konsep, kaidah
dan prinsip, bila ditinjau bersama-sama. Oleh karena itu belajar dengan
prestasi hafalan saja tidak dianggap sebagai belajar bermakna. Maka, menurut
Ausubel supaya proses belajar siswa menghasilkan sesuatu yang bermakna, tidak
harus siswa menemukan sendiri semuanya.
Pemerolehan
informasi merupakan tujuan pembelajaran yang penting dan dalam hal-hal tertentu
dapat mengarahkan guru untuk menyampaikan informasi kepada siswa. Dalam hal ini
guru bertanggung jawab untuk mengorganisasikan dan mempresentasikan apa yang
perlu dipelajari oleh siswa, sedangkan peran siswa di sini adalah menguasai
yang disampaikan gurunya. Belajar dikatakan menjadi bermakna (meaningful learning) yang dikemukakan
oleh Ausubel adalah bila informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun
sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki peserta didik itu sehingga
peserta didik itu mampu mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif
yang dimilikinya
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penulisan ini adalah sebagai
berikut :
“Bagaimana Belajar Bermakna Menurut
Ausubel ?”
C.
Tujuan
Unsur manusia
yang paling menentukan berhasilnya
pendidikan adalah pelaksana
pendidikan yaitu guru. Gurulah ujung tombak pendidikan, sebab
guru secara langsung berupaya mempengaruhi, membina dan mengembangkan kemampuan
siswa agar menjadi manusia yang cerdas, terampil dan
bermoral tinggi. Guru
dituntut memiliki kemampuan
yang diperlukan sebagai pendidik
dan pengajar. Sebagai pengajar guru dituntut harus menguasai bahan ajar yang
diajarkan dan terampil dalam mengajarkannya. Cara mengajar seorang guru
tercermin dalam proses mengajar belajar
D.
Manfaat
Dengan
mempelajari teori pembelajaran bermakna guru memperoleh ilmu berupa teori
pembelajaran yang dapat dipergunakan untuk mempengaruhi, membina dan
mengembangkan kemampuan siswa agar menjadi manusia yang cerdas, terampil dan
bermoral tinggi.
PEMBAHASAN
A.
Biografi
David Paul Ausubel
David
Paul Ausubel lahir pada tanggal 25 Oktober 1918 dan dibesarkan di Brooklyn, New
York. Ia belajar di Universitas Pennsylvania di mana ia lulus dengan pujian
pada tahun 1939, menerima sarjana jurusan Psikologi. Ausubel kemudian lulus
dari sekolah kedokteran pada tahun 1943 di Middlesex University di mana ia
melanjutkan untuk menyelesaikan magang berputar di Rumah Sakit Gouveneur, yang
terletak di sisi timur lebih rendah dari Manhattan, New York. Setelah dinas
militer dengan US Public Health Service,. Ausubel meraih MA dan Ph.D. dalam
Psikologi Perkembangan dari Columbia University pada tahun 1950.
Dia
terus mengadakan serangkaian profesor di beberapa sekolah pendidikan. Pada
tahun 1973, Ausubel pensiun dari kehidupan akademik dan mengabdikan dirinya
untuk praktek psikiatri nya. Selama praktek psikiatri nya, Ausubel menerbitkan
banyak buku serta artikel dalam jurnal psikiatri dan psikologi. Pada tahun
1976, ia menerima Thorndike Award dari American Psychological Association untuk
"Distinguished Kontribusi Psikologis Pendidikan". Pada usia 75 pada tahun 1994, Ausubel pensiun
dari kehidupan profesional untuk mengabdikan dirinya untuk menulis. Ausubel
meninggal pada tanggal 9 Juli 2008. Ausubel dan istrinya Pearl memiliki dua
anak, Fred dan Laura Ausubel.
Ausubel
dipengaruhi oleh ajaran Jean Piaget.
Mirip dengan ide-ide Piaget skema konseptual, Ausubel terkait ini untuk
penjelasan tentang bagaimana orang memperoleh pengetahuan. "David Ausubel
berteori bahwa orang memperoleh pengetahuan
terutama oleh yang terkena langsung ke sana daripada melalui penemuan.
B.
Teori
Belajar D.P. Ausubel
Salah
satu aliran yang mempunyai pengaruh terhadap praktik belajar yang dilaksanakan
di sekolah adalah aliran psikologi kognitif. Aliran ini telah memberikan
kontribusi terhadap penggunaan unsur kognitif atau mental dalam proses belajar.
Berbeda dengan pandangan aliran behavioristik
yang memandang belajar
sebagai kegiatan yang
bersifat mekanistik antara stimulus dan respon, aliran kognitif
memandang kegiatan belajar bukanlah sekedar stimulus dan respon yang bersifat
mekanistik, tetapi lebih dari itu, kegiatan belajar juga melibatkan kegiatan
mental yang ada di dalam diri individu yang sedang belajar. Oleh karena itu,
menurut aliran kognitif, belajar adalah sebuah proses mental yang aktif untuk
mencapai, mengingat, dan menggunakan pengetahuan. Sehingga perilaku yang tampak
pada manusia tidak dapat diukur dan diamati tanpa melibatkan proses mental
seperti motivasi, kesengajaan, keyakinan, dan lain sebagainya (Baharuddin &
Wahyuni, 2007: 88).
Menurut
perspektif psikologi kognitif, belajar pada asasnya adalah peristiwa mental,
bukan peristiwa behavioral (yang bersifat jasmaniah) meskipun hal-hal yang
bersifat behavioral tampak lebih nyata dalam hampir setiap peristiwa belajar
siswa. Secara lahiriah, seorang anak yang sedang belajar membaca dan menulis, misalnya,
tentu menggunakan perangkat jasmaniah (dalam hal ini mulut dan tangan) untuk
mengucapkan kata dan menggoreskan pena. Akan tetapi, perilaku mengucapkan
kata-kata dan menggoreskan pena yang dilakukan anak tersebut bukan semata-mata
respons atas stimulus (rangsangan) yang ada, melainkan yang lebih penting
karena dorongan mental yang diatur oleh otaknya (Syah, 1999: 111).
Pandangan
kognitivisme ini membawa kepada sebuah pemahaman bahwa pengetahuan tidak
diperoleh secara pasif oleh seseorang, melainkan melalui tindakan, yakni
belajar. Bahkan, perkembangan kognitif
anak bergantung pada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi
dengan lingkungannya. Selain itu, proses pembelajaran juga sangat berkaitan
erat dengan pembentukan dan penggunaan kemampuan berpikir. Peserta didik akan
lebih mudah mencerna konsep dan ilmu pengetahuan apabila di dalam dirinya sudah
ada struktur dan strata intelektual, sehingga ketika ia berhadapan dengan bahan
atau materi pembelajaran, ia mudah menempatkan, merangkai dan menyusun alur
logis, menguraikan dan mengobjeksinya
Kognitivisme
didasarkan pada proses berpikir dibalik tingkah laku yang terjadi. Perubahan
tingkah laku diobservasi dan digunakan sebagai indikator untuk mengetahui apa
yang terjadi dibalik pikiran siswa. Menurut pandangan kognitivisme, belajar
adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak
selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati. Asumsi dasar teori
ini adalah setiap orang telah mempunyai pengalaman dan pengetahuan dalam dirinya. Pengalaman dan pengetahuan ini
tertata dalam bentuk struktur kognitif.
Salah
satu aliran kognitif ini yaitu teori belajar bermakna Ausubel. Menurut Ausubel, seseorang memperoleh pengetahuan
terutama melalui penerimaan bukannya
melalui penemuan. Konsep, prinsip, dan ide atau gagasan dipresentasikan dan diterima oleh seseorang,
bukan melalui penemuan. Ausubel menekankan bahwa apa yang diketahui sebagai meaningful Learning, informasi verbal, ide-ide, dan hubungan diantara ide-ide,
terjadi secara bersamaan, Rote mamorization tidak dianggap memiliki
makna, karena bahan yang dipelajari
melalui belajar cepat ini tidak berkaitan dengan pengetahuan yang sudah ada.
Sayangnya, walaupun belajar secara cepat ini tidak efektif banyak pelajaran masih nampak sedikit mendasarkan padanya. Ausubel juga mengajukan suatu model pengajaran
ekspositori (exposilon; teaching) untuk
mendorong pembelajaran yang bermakna, bukan melalui belajar cepat. Exposition artinya menjelaskan, atau menyajikan
fakta-fakta dan ide-ide.
Ausubel
menggunakan istilah advanced organizers artinya kesadaran siswa terhadap struktur pengetahuan yang sedang
dimilikinya sehingga informasi baru dapat
dikaitkan dengan pengetahuan sebelumnya. Advanced organizers diartikan juga sebagai kerangka isi pengait.
Saat ini, pengertian advanced organizers mungkin
dianggap sebagai alat yang dapat dipakai untuk memberikan suatu bahan pendauluan terhadap bahan yang
dipelajari agar dapat membantu siswa
mengorganisasi, mengingat, dan mengkaitkan dengan pengetahuan sebelumnya terhadap pengetahuan baru yang
akan dipelajari.
Pembelajaran
bermakna terjadi apabila siswa dapat menghubungkan fenomena baru
ke dalam struktur pengetahuan
mereka. Artinya, bahan subjek itu
mesti sesuai dengan keterampilan siswa dan mesti relevan dengan struktur
kognitif yang dimiliki siswa. Oleh karena itu, subjek mesti dikaitkan dengan
konsep-konsep yang sudah dimiliki para
siswa, sehingga konsep-konsep baru tersebut benar-benar terserap olehnya. Dengan demikian, faktor
intelektual-emosional siswa terlibat dalam kegiatan pembelajaran.
Ausubel
mengatakan bahwa ada dua jenis belajar, yaitu belajar bermak:na (meaningful learning) dan belajar
menghafal (rote learning). Bahan
pelajaran yang dipelajari haruslah
bermakna. Belajar bermakna adalah suatu proses di mana informasi baru dihubungkan dengan struktur
pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar. Belajar akan bermakna bila siswa mengaitkan inf ormasi baru pada
konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Struktur
kognitif ialah fakta-fakta,
konsep-konsep dan generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan diingat oleh
siswa.
Lebih
anjut Ausubel mengemukakan, seseorang belajar dengan mengasosiasikan fenomena, pengalaman dan
fakta-fakta baru ke dalam skema yang telah dipelajari. Dengan model cooperative learning materi yang dipelajarinya tidak hanya sekadar
menjadi sesuatu yang dihafal dan diingat saja, melainkan ada sesuatu yang dapat
dipraktikkan dan dilatihkan dalam situasi nyata dan terlibat dalam pemecahan masalah. Akan tetapi jika
siswa hanya mencoba-coba menghapal informasi baru tanpa menghubungkan dengan
konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitifnya, maka dalam hal ini
terjadi proses belajar hafalan. Diharapkan
model cooperative learning
akan dapat mengusir kejenuhan dan kebosanan yang dirasa siswa di kelas karena selama ini hanya
mendengarkan materi dari guru saja. Penekanan dan model cooperative learning
sendiri adalah selain siswa
mendapat bimbingan langsung dari guru, mereka
juga diberi kebebasan untuk
rnemecahkan masalah lewat
pengetahuan yang mereka dapatkan sendiri.
Menurut
Ausubel, belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi. Dimensi pertama
berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran disajikan pada siswa,
melalui penerimaan atau penemuan. Belajar penerimaan yang menyajikan informasi
itu dalam bentuk final dan belajar penemuan yang mengharuskan siswa untuk
menemukan sendiri sebagian atau seluruh materi yang diajarkan. Dimensi kedua
menyangkut cara bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur
kognitif yang telah ada. Struktur kognitif ialah fakta-fakta, konsep-konsep,
dan generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan diingat oleh siswa.
Kedua dimensi itu tidak menunjukkan dikotomi
yang sederhana, tetapi lebih
merupakan suatu kontinum. Menurutnya,
belajar penerimaan tidak sama dengan belajar hapalan. Belajar
penerimaan dapat dibuat
bermakna, yaitu dengan
cara menjelaskan hubungan antara
konsep-konsep. Jika siswa dapat menghubungkan atau mengkaitkan informasi itu
pada pengetahuan yang telah dimilikinya maka dikatakan terjadi belajar
bermakna. Tetapi jika siswa menghafalkan informasi baru tanpa menghubungkan
pada konsep yang telah ada dalam struktur kognitifnya maka dikatakan terjadi
belajar hafalan.
Pemerolehan
informasi merupakan tujuan pembelajaran yang penting dan dalam hal-hal tertentu
dapat mengarahkan guru untuk menyampaikan informasi kepada siswa. Dalam hal ini
guru bertanggung jawab untuk mengorganisasikan dan mempresentasikan apa yang
perlu dipelajari oleh siswa, sedangkan peran siswa di sini adalah menguasai
yang disampaikan gurunya. Belajar dikatakan menjadi bermakna (meaningful learning) yang dikemukakan
oleh Ausubel adalah bila informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun
sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki peserta didik itu sehingga
peserta didik itu mampu mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif
yang dimilikinya.
Dua
syarat untuk materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan
pengetahuan yang telah dipunyai sebelumnya.
1. Materi
yang secara potensial bermakna dan dipilih oleh guru dan harus sesuai dengan
tingkat perkembangan dan pengetahuan masa lalu peserta didik.
2. Diberikan
dalam situasi belajar yang bermakna, faktor motivasional memegang peranan penting dalam hal ini, sebab peserta didik
tidak akan mengasimilasikan materi baru tersebut apabila mereka tidak mempunyai
keinginan dan pengetahuan bagaimana melakukannya. Sehingga hal ini perlu diatur
oleh guru, agar materi tidak dipelajari secara hafalan.
Prasyarat agar
belajar menerima menjadi bermakna menurut Ausubel, yaitu:
1. Belajar
menerima yang bermakna hanya akan terjadi apabila siswa memilki strategi belajar bermakna.
2. Tugas-tugas
belajar yang diberikan kepada siswa harus disesuaikan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa.
3. Tugas-tugas
belajar yang diberikan harus sesuai dengan tahap perkembangan intelektual siswa.
Berdasarkan pada
pandangannya mengenai teori belajar bermakna, maka David Ausable mengemukakan empat tipe
belajar, yaitu:
1. Belajar
dengan penemuan yang bermakna, yaitu mengaitkan pengetahuan yang telah
dimilikinya dengan materi pelajaran yang dipelajarinya atau siswa menemukan
pengetahuannya dari apa yang ia pelajari kemudian pengetahuan baru itu ia
kaitkan dengan pengetahuan yang sudah ada.
2. Belajar
dengan penemuan yang tidak bermakna, yaitu pelajaran yang dipelajari ditemukan
sendiri oleh siswa tanpa mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya,
kemudian dihafalkan.
3. Belajar
menerima (ekspositori) yang bermakna,
materi pelajaran yang telah tersusun secara logis disampaikan kepada siswa
sampai bentuk akhir, kemudian pengetahuan yang baru itu dikaitkan dengan
pengetahuan yang ia miliki.
4. Belajar
menerima (ekspositori) yang tidak
bermakna, yaitu materi pelajaran yang telah tersusun secara logis disampaikan
kepada siswa sampai bentuk akhir, kemudia pengetahuan yang baru itu dihafalkan
tanpa mengaitkannya dengan pengetahuan yang ia miliki.
Inti belajar
penangkapan yaitu pengajaran ekspositori , yakni pembelajaran sistematik yang
direncanakan oleh guru mengenai informasi yang bermakna (meaningful information). Pembelajaran ekspositori itu terdiri dari
tiga tahap, yaitu:
1.
Penyajian Advance Organizer. Advance organizer merupakan pernyataan umumyang memeperkenalkan
bagian-bagian utama yang etrcakup dalam urutan pengajaran. Advance
organiberfungsi untuk menghubungakan gagasan yang disajikan di dalam pelajaran
dengan informasi yang telah berda didalam pikiran siswa, dan memberikan skema
organisasional terhadap informasi yang sangat spesifik yang disajikan.
2.
Penyajian materi atau
tugas belajar. Dalam tahap ini, guru menyajikan materi pembelajaran yang baru
dengan menggunakan metode ceramah, diskusi, film, atau menyajikan tugas-tugas
belajar kepada siswa. Ausable menekankan tentang pentingnaya mempertahankan
perhatian siswa, dan juaga pentingya pengorganisasian meteri pelajaran yang
dikaitakan dengan struktur yang terdapat didalam advance organizer. Dia menyarankan suatu proses yang disebut dengan
diferensiasi progresif, dimana pembelajaran berlangsung setahap demi setahap,
dimulai dari konsep umum menuju kepada informasi spesifik, contoh-contoh
ilustratif, dan membandingkan antara konsep lama dengan konsep baru.
3.
Memperkuat organisasi
kognitif. Ausuble menyarankan bahwa guru mencoba mengikatkan informasi baru ke
dalam stuktur yang telah direncanakan di dalam permulaan pelajaran, degan cara
mengingatkan siswa bahwa rincian yang ebrsifat spesifik itu berkaitan dengan
gambaran informasi yang bersifat umum. Pada akhir pembelajaran ini siswa
diminta mengjukan pertanyaan pada diri sendiri mengenai tingkat pemahamannya
terhadap pelajaran yang baru dipelajari, menghubungkannya dengan pengetahuan
yang telah dimiliki dan pengorgnaisasian matyeri pembelajaran sebagaiman yang
dideskripsikan didalam advance organizer samping itu juga memberikan
pertanyanan kepada siswa dalam rangka menjajagi keluasan pemahaman siswa
tentang isi pelajaran.
Berdasarkan
uraian di atas maka, belajar bermakna menurut Ausubel adalah suatu proses
belajar di mana peserta didik dapat menghubungkan informasi baru dengan
pengetahuan yang sudah dimilikinya dan agar pembelajaran bermakna, diperlukan
dua hal yakni pilihan materi yang bermakna sesuai tingkat pemahaman dan pengetahuan
yang dimiliki siswa dan situasi belajar yang bermakna yang dipengaruhi oleh
motivasi
Dengan demikian
kunci keberhasilan belajar terletak pada kebermaknaan bahan ajar yang diterima
atau yang dipelajari oleh siswa. Ausubel tidak setuju dengan pendapat bahwa
kegiatan belajar penemuan (discovery
learning) lebih bermakna daripada kegiatan belajar penerimaan (reception learning). Sehingga dengan
ceramahpun, asalkan informasinya bermakna bagi peserta didik, apalagi
penyajiannya sistematis, akan dihasilkan belajar yang baik.
C.
Prinsip-Prinsip
Belajar yang Dikemukakan D.P Ausubel
Ausebel berpendapat
bahwa faktor yang
paling penting yang
mempengaruhi belajar adalah apa
yang telah diketahui siswa.
Inilah yang harus diyakini dan
pembelajaran terhadap siswa harus didasarkan kepada hal ini.
Selanjutnya,
agar terjadi belajar bermakna seperti yang telah dijelaskan di atas, ada
beberapa konsep dan prinsip-prinsip lain yang perlu diperhatikan. Prinsip pertama, mengenai mekanisme
pembelajaran yang utama yang diusulkan Ausebel adalah menggunakan advance organizers (pengatur awal). Organizers tersebut diperkenalkan pada
bagian awal/pendahuluan dari suatu pembelajaran, dan juga disajikan dengan
abstraksi tingkat tinggi, secara umum, dan paling inklusif (inclusiveness). Selanjutnya, Ausubel
menekankan bahwa advance organizers
adalah berbeda dari overviews
(ikhtisar) dan summary (kesimpulan) yang secara sederhana menekankan pada ide-ide kunci dan disajikan secara umum pada bagian akhir dari suatu materi
pembelajaran yang disampaikan. Organizers
ini bekerja sebagai suatu jembatan atau
semacam pertolongan mental pengsubsumsian
antara materi pembelajaran yang baru
dengan ide-ide yang sudah ada. Dengan kata lain, pengatur awal ini
mengarahkan siswa ke materi yang akan mereka pelajari, dan menolong mereka
untuk mengingat kembali informasi yang berhubungan yang dapat dipergunakan
dalam membantu menanamkan pengetahuan yang baru.
Prinsip
kedua adalah diferensiasi progresif. Selama
belajar bermakna berlangsung, perlu terjadi pengembangan dan elaborasi
konsep-konsep yang tersubsumsi. Menurut Ausubel, pengembangan konsep
berlangsung paling baik, bila unsur-unsur yang paling umum, paling ingklusif
dari suatu konsep diperkenalkan terlebih dahulu, dan kemudian baru diberikan
hal-hal yang lebih mendetail dan lebih khusus dari konsep itu. Jadi, model
belajar yang diusulkan oleh Ausubel adalah
dari hal umum ke hal khusus. Oleh karena itu, dalam memberikan proses
pembelajaran kepada siswa kita harus pandai-pandai memilih mana konsep yang
bersifat umum dan superordinat dan mana konsep-konsep yang bersifat lebih
khusus dan subordinat. Proses penyusunan
konsep seperti itu disebut diferensiasi progresif.
Prinsip
yang ketuga adalah belajar superordinat. Belajar superordinat adalah proses
struktur kognitif yang mengalami petumbuhan kearah deferensiasi, terjadi sejak
perolehan informasi dan diasosiasikan dengan konsep dalam struktur kognitif
tersebut. Proses belajar tersebut akan terus berlangsung hingga pada suatu saat
ditemukan hal-hal baru. Belajar superordinat akan terjadi bila konsep-konsep
yang lebih luas dan inklusif.
Prinsip
yang keempat adalah mengenai prinsip penyesuaian/rekonsiliasi integratif.
Kadang- kadang siswa dihadapkan kepada suatu kenyataan yang disebut pertentangan/komplik
kognitif (cognitive dissonance/conflict).
Menurut Ausebel, dalam pembelajaran bukan hanya urutan menurut diferensiasi
progresif saja yang diperhatikan, melainkan juga harus diperhatikan bagaimana
konsep-konsep baru dihubungkan pada konsep-konsep superordinat. Kita harus
memperlihatkan secara eksplisit bagaimana arti-arti baru dibandingkan dan
dipertentangkan dengan arti-arti sebelumnya yang lebih sempit, dan bagaimana
konsep-konsep yang tingkatanya lebih tinggi sekarang mengambil arti baru.
D.
Aplikasi
Teori Ausubel Terhadap Pembelajaran Siswa
Terdapat langkah pembelajaran yang
bisa dilakukan dalam menerapkan teori belajar bermakna Ausubel, yaitu :
1. Menentukan
tujuan pembelajaran
2. Mengukur
kesiapan siswa
3. Memilih
materi pembelajaran dan mengatur dalam penyajian konsep
4. Mengidentifikasi
prinsif-prinsif yang harus dikuasai peserta didik dari materi pembelajaran
5. Menyajikan
suatu pandangan secara menyeluruh tentang apa yang seharusnya dipelajari
6. Menggunakan
“advance organizer” dengan cara memberikan rangkuman dilanjutkan dengan
keterkaitan antara materi.
7. Mengajar
siswa dengan pemahaman konsep
8. Mengevaluasi
hasil belajar
Dari kedelapan
langkah-langkah pembelajaran di atas penerapan teori belajar Ausubel, dapat
menggunakan dua fase yaitu fase perencanan dan fase pelaksanaan. Fase
perencanaan terdiri dari menetapkan
tujuan pembelajaran, mendiagnosis latar
belakang pengetahuan siswa, membuat
struktur materi dan memformulasikan advance organizer. Fase pelaksanakan terdiri darai advance organizer, diferensiasi
progresif dan rekonsiliasi integratif.
a. Fase
perencanaan
1. Menetapkan Tujuan
Pembelajaran, tahapan pertama
dalam kegiatan perencanaan adalah
menetapkan tujuan pembelajaran.
Model Ausubel ini dapat digunakan untuk mengajarkan
hubungan antara konsep-konsep dan generalisasi-generalisasi. Sebagaimana
dikatakan Sulaiman (1988:
199), bahwa model Ausubel tidak dirancang untuk mengajarkan konsep atau
generalisasi, melainkan untuk
mengajarkan “Organized bodies of
content” yang memuat bermacam konsep dan generalisasi.
2. Mendiagnosis
latar belakang pengetahuan siswa, model Ausubel ini meskipun dirancang untuk
mengajarkan hubungan antar konsep-konsep dan generalisasi- generalisasi dan
tidak untuk mengajarkan bentuk materi pengajaran itu sendiri, tetapi cukup
fleksibel untuk dipakai mengajarkan konsep dan generalisasi, dengan syarat guru
harus menyadari latar belakang pengetahuan siswa, Efektivitas penggunaan model
ini akan sangat tergantung pada sensitivitas guru terhadap
latar belakang pengetahuan
siswa, pengalaman siswa
dan struktur pengetahuan siswa. Latar belakang pengetahuan siswa dapat
diketahui melalui pretes, diskusi atau pertanyaan.
3. Membuat
struktur materi, membuat struktur materi secara hierarkis merupakan salah satu
pendukung untuk melakukan
rekonsiliasi integratif dari
teori Ausubel.
4. Memformulasikan
Advance Organizer, menurut Eggen (1979:
277), Advance organizer dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: a) mengkaitkan atau menghubungkan materi
pelajaran dengan struktur pengetahuan siswa, b) mengorganisasikan materi yang
dipelajari siswa.
Terdapat
tiga macam organizer, yaitu definisi konsep, generalisasi dan analogi:
a) Definisi
konsep dapat merupakan organizer materi yang bermakna, bila materi
tersebut merupakan bahan pengajaran baru atau
tidak dikenal oleh
siswa. Untuk kemudahan siswa, guru sebaiknya mengusahakan agar definisi
dibuat dalam terminalogi yang dikenal siswa.
b) Generalisasi
berguna untuk meringkas sejumlah informasi
c) Analogi
merupakan advance organizer yang paling efektif karena seringkali sesuai dengan
latar belakang siswa. Nilai analogi sebagai advance organizer tergantung pada
dua faktor yaitu(1)penguasaan atau pengetahuan siswa terhadap analogi
itu, (2) tingkat
saling menunjang antara
gagasan yang diajarkan dengan
analogi yang digunakan. Dengan analogi, motif dan minat siswa lebih baik
dibandingkan dengan generalisasi dan definisi konsep.
b. Fase
pelaksanaan
Setelah
fase perencanaan, guru menyiapkan pelaksanaan dari model Ausubel ini. Untuk
menjaga agar siswa tidak pasif miaka guru harus dapat mempertahankan adanya
interaksi dengan siswa melalui tanya jawab,
memberi contoh perbandingan dan
sebaginya berkaitan dengan ide yang disampaikan saat itu
Guru
hendaknya mulai dengan advance organizer dan menggunakannya hingga akhir pelajaran
sebagai pedoman untuk mengembangkan bahan pengajaran. Langkah berikutnya adalah
menguraikan pokok-pokok bahan menjadi lebih terperinci melalui diferensiasi
progresif.
Setelah
guru yakin bahwa siswa mengerti akan konsep yang disajikan maka ada dua pilihan
langkah berikutnya yaitu: 1) menghubungkan atau membandingkan konsep-konsep
itu melalui rekonsiliasi integratif,
atau 2) melanjutkan dengan difernsiasi
progresif sehingga konsep tersebut menjadi lebih luas.
E.
Kelebihan
dan Kekurangan Teori D.P. Ausubel
Dari uraian tentang teori belajar
Ausubel di atas, dapat dikemukakan beberapa kebaikan dri teori belajar Ausubel
antara lain:
1. Informasi
yang diperoleh dari belajar bermakna memiliki daya endap (retensi) lebih lama
dibandingkan hafalan, karena pemberian setiap konsep baru kepada siswa selalu
dikaitkan dengan struktur kognitif yang dimilikinya
2. Pembelajaran
disekolah dapat diselenggarakan dengan efektif dan efisien
3. Teori
belajar Ausubel menuntun guru terbiasa menyajikan materi pelajaran dari konsep
yang paling inklusif ke konsep yang kurang inklusif.
Kekurangan
Belajar Bermakna:
1. Informasi
yang dipelajari secara hafalan tidak lama diingat
2. Jika
peserta didik berkeinginan untuk mempelajari sesuatu tanpa mengaitkan hal yang
satu dengan hal yang lain yang sudah diketahuinya maka baik proses maupun hasil
pembelajarannya dapat dinyatakan sebagai hafalan
KESIMPULAN
Teori pembelajaran Ausubel merupakan salah satu
dari sekian banyaknya teori pembelajaran
yang menjadi dasar
dalam cooperative learning.
Faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna menurut Ausubel adalah
struktur kognitif yang ada, stabilitas,
dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi tertentu dan pada waktu tertentu. Teori belajar bermakna Ausuble ini
sangat dekat dengan Konstruktivesme. Keduanya menekankan pentingnya pelajar
mengasosiasikan pengalaman, fenomena, dan fakta-fakta baru kedalam sistem
pengertian yang telah dipunyai. Keduanya menekankan pentingnya asimilasi
pengalaman baru kedalam konsep atau pengertian yang sudah dipunyai siswa. Keduanya
mengandaikan bahwa dalam proses belajar itu siswa aktif.
Inti dari teori
belajar bermakna Ausubel adalah proses belajar akan mendatangkan hasil atau bermakna jika guru
dalam menyajikan materi pelajaran yang baru
dapat menghubungkannya dengan konsep yang relevan yang sudah ada dalam struktur
kognisi siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Starlet
Gerdi Julian / 15105241034 / juliancreative.blogs.uny.ac.id
Rizki, Ririn Ayu. 2013. Teori
Belajar Menurut Aliran-lairan Teori Pembelajaran. Tersedia : http://ririnayurizki.blogspot.co.id/2013/09/teori-belajar-menurut-aliran.html
http://www.kompasiana.com/akmala-04/teori-belajar
kognitivisme_5508eef0a333112a452e39d1
Prastuti, Wahyu Dwi. 2012. Belajar
Bermakna David Ausubel. Tersedia:
http://my.opera.com/dhevhe/blog/2012/12/07/belajar-bermakna-david-ausubel.
diakses pada tanggal 11 Desember 2017
Winaputra, Udin S dkk. 2008. Teori
Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas terbuka
Mantap saudaraku
BalasHapuslanjutkan
BalasHapus